Senin, 18 September 2017

KETERLAKSANAAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER KREATIF PADA HASIL BELAJAR RANAH AFEKTIF MELALUI KEGIATAN PRAMUKA

Deny Setiawan
Student of Postgraduate Doctoral Program, State University of Malang

1.    Pendahuluan
            Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana yang dilakukan untuk memotivasi, membina, membantu untuk membentuk pribadi siswa yang berbasis pada kebudayaan dan agama (Tatang, 2012). Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat dan berbangsa (Arifin, 2012). Masyarakat, kebudayaan, dan pendidikan adalah tiga hal yang memiliki hubungan timbal balik, karena proses dan pewarisan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat dapat dilakukan melalui pendidikan (Tatang, 2012). Sementara kemajuan masyarakat suatu bangsa ditentukan oleh pendidikan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan perkembangan zaman (Idi, 2013). Pernyataan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwasanya pendidikan merupakan kegiatan yang diupayakan dan dilakukan untuk mengembangkan diri serta proses mewariskan nilai-nilai dan budaya yang tumbuh berkembang di masyarakat.
Pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (character), pikiran (intellect), dan tubuh. Ketiganya tidak dapat dipisahkan agar anak tumbuh dengan baik dan mampu mencapai tujuan pendidikan secara maksimal. Sumber daya manusia yang diharapkan oleh bangsa Indonesia sudah tertuang dalam tujuan pendidikan yaitu untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial subjek dengan perilaku dan sikap individu yang dimilikinya, berupa keterampilan tertentu, potensi spiritual, dan pengembangan sumber daya manusia (Jalaludin, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter adalah bagian yang tidak boleh dipisahkan dalam pelaksanaan pendidikan, karena pendidikan sendiri merupakan proses untuk mewariskan nilai-nilai dan budaya luhur bangsa Indonesia.
2.    Kajian Pustaka
2.1.        Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha yang dijalankan  untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam rangka menyiapkan dan memperkuat mental peserta didik dalam proses pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha yang sistematis dalam mengembangkan potensi anak didik. Pendidikan merupakan suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi penerus untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa mendatang. Keberlangsungan pendidikan ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter bangsa untuk generasi penerusnya dan juga sebagai proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan dan bangsa di masa mendatang.
Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, anak didik secara aktif mengembangkan potensi diri, melakukan proses pengenalan jati diri, dan penghayatan nilai-nilai luhur dan budaya menjadi kepribadian anak didik dalam bersosialisasi dalam masyarakat, dan mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat dan sejahtera. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan, pada umumnya pendidikan berarti upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak didik yang selaras dengan alam dan masyarakat (Ningrum, 2014).
Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan sangat berkaitan erat dengan kebudayaan yang berlangsung di masyarakat, yang dalam pelaksanaannya mengalami peningkatan dan pengembangan dari waktu ke waktu karena tuntutan globalisasi. Namun kita tidak boleh lupa bahwa pada dasarnya, pendidikan itu sendiri adalah proses untuk mewariskan karakter agar dalam pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang anak didik tidak lupa terhadap jati diri dan karakter bangsa.
2.2.        Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti menandai atau memfokuskan bagaimana mengaplikasikan kebaikan dan bentuk tindakan atau tingkah laku (Zubaedi, 2013). Douglas mengungkapkan bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, dan tindakan demi tindakan (Samani, 2013).
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas karakter adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak sedangkan pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina, kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam perkembangannya , istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang  atau kelompok lain agar menjadi dewasa  untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.
Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental dan moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan antar individu yang ditanamkan dalam proses pendidikan dan melekat pada anak didik Aziz (2011) dalam Depiyanti (2012). Sementara Lasmana (2013) berpendapat bahwa karakter adalah perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat dan etika.
2.3.        Pendidikan Karakter
            Pendidikan karakter merupakan upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu anak didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Pranowo, 2014). Pendidikan karakter merupakan pemahaman akan nilai-nilai agama, budaya, dan sosial yang mampu membentuk akhlak manusia menjadi lebih bermoral dan berbudi pekerti luhur sehingga mampu menilai dan meneladani sikap yang baik dalam kehidupan mereka sehari-hari (Ningrum, 2014).
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Pendidikan karakter  adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Pengkategorikan nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter  merupakan perwujudan fungsi toalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afekti dan psikomotorik) dan fungsi totalitas social-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Berdasarkan pada pedoman pelaksanaan pendidikan karakter yang bersumber dari Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan Perbukuan (2011) Pendidikan karakter di Indonesia bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi 1) Mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikir baik, dan berperilaku baik. 2) Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila. 3) Mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri dan bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kreativitas). Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh, kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam afektifnya. Anak yang unggul dalam afektif akan mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan dalam hidupnya.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui kegiatan pramuka untuk membentuk karakter kreatif.
2.4.        Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dikatakan sebagai perubahan perilaku pada orang yang melakukan kegiatan belajar, dan banyak aspek potensi di dalamnya (Thobroni dan Mustofa, 2013). Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan dari hasil proses belajar yang dilakukan (Suprijono, 2009). Hasil belajar mencakup hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, keinginan, motivasi, dan sikap yang disadari dan disengaja dari sebuah proses belajar. Hasil belajar terjadi dalam suatu proses melalui latihan dan pengalaman serta diberikan penguatan,  secara bertujuan dan terarah (Hosnan, 2014).
Menurut Bloom dalam Thobroni dan Mustofa (2013) berpendapat bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif mencakup knowledge (pengetahuan/ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), application (menerapkan), analysis (menguraikan), synthesis (merencanakan, mengorganisasikan), evaluating (menilai). Domain afektif mencakup receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakteristik). Domain psikomotor mencakup hasil belajar, keterampilan produk, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sedangkan hasil belajar dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya menumbuhkan serta mengembangkan sikap/attitude, pengetahuan / knowledge, dan keterampilan/skill. Kualitas lain yang dikembangkan dalam proses pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan membentuk watak (Hosnan, 2014).
2.5.        Kreativitas
Kreativitas belajar adalah kemampuan siswa dalam menggunakan gagasan dan ide untuk memecahkan suatu permasalahan dalam suatu proses pembelajaran (Hosnan, 2014). Menurut West sebagaimana dikutip dalam Setyabudi (2011) kreativitas belajar merupakan sebuah proses penyatuan konsep dalam pembelajaran untuk menghasilkan ide baru yang lebih baik. Menekankan pada aspek proses maupun produk pada kepentingan belajar bahwa kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk mencetuskan ide yang original dan baru (Siswono dan Rosyidi, 2005).
Berdasarkan pengertian kreativitas belajar di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas belajar siswa adalah kemampuan siswa yang berhubungan dengan suatu penguasaan kreatif mandiri, menemukan cara dan sarana dari penyelesaian masalah pada pembelajaran. Kreativitas matematika dalam penelitian ini menekankan pada pemecahan masalah dan pengajuan masalah matematika. Agar kreativitas anak dapat terwujud dibutuhkan adanya dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Rujukan
Arifin, A. H. 2012. Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Praksi Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pembangunan Pendidikan : fondasi dan aplikasi. Vol. 1 No. 1/ Juni.
Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional. 2010
Bakhtiar, Amsal. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Dardini, Achmad. 2007. Problematika Filsafat Pendidikan. Jurnal
Depiyanti, Oci Melisa. 2012. Model Pendidikan karakter di Islamic Full Day School (studi deskriptif pada SD Cendikia Leadership School Bandung). Jurnal
Idi, A. 2013. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Press.
Jalaludin. 2012. Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol 13. No 2.
Lasmana, Wayan. 2013. Pengembangan materi dan model pendidikan karakter berbasis budaya dalam konteks intruksional (TK:Undiksha, prodi pendidikan IPS, TT). Jurnal
Ningrum, Wara Sulista. 2014.  Identifikasi kebutuhan penidikan karakter di SDN Inpres 01 Tindi Kecamatan Palu Timur. Jurnal
Pranowo, Dwiyanto Djoko. 2014. Implementasi pendidikan karakter kepedulian dan kerjasama pada matakuliah keterampilan berbicara bahasa perancis dengan metode bermain peran. Jurnal
Samani, M. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, S. N. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Tatang. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Wibisono, Haryo Kunto, et.al. 2013. Dimension of Pancasila Ethics In Bureaucracy : Discourseof Governance. Jurnal :  ISBN 978-2-940428-44-1
Winanrni, S. 2013. Inegrasi Pendidikan Karakter dalam Perkuliahan. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III No. 1
Winarno, 2012 : Pendidikan Karakter di Indonesia dalam Perspektif filsafat moral dan filsafat pendidikan. Jurnal

Zubaedi. 2013. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta : Kencana.